Haii sobat semua.. seperti biasanya pada kali ini saya akan membahas sebuah artikel yang berhubungan dengan Agama dan Masyarakat. Artikel ini saya buat berdasarkan tugas dari mata kuliah Ilmu Sosial Dasar. Berikut ini adalah artikel yang sudah saya rangkum.
AGAMA DAN MASYARAKAT
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh
pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah
kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan,
tentang Tuhan dan kesadaran akan maul menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan
Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.
Membicarakan peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut
dua hal yang sudah tentu hubungannya erat, memiliki aspek-aspek yang
terpelihara. Yaitu pengaruhdari cita-cita agamadan etika agamadalam kehidupan
individu dari kelas sosial dan grup sosial, perseorangan dan kolektivitas,dan
mencakup kebiasaandan Cara semua unsur asing agamadiwarnainya. Yang lainnya
juga menyangkut organisasi dan fungsi dari lembaga agama sehingga agama dan
masyarakat itu berwujud kolektivitas ekspresi nilai-nilai kemanusiaan.
Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup,
menekankan pada hal-hal yang normatif atau menunjuk kepada hal-hal yang
sebaiknya dan seharusnya dilakukan.Karena latar belakang sosial yang berbedadari masyarakat
agama, maka masyarakat akan memiliki sikapdan nilai yang berbeda pula.
Kebutuhan dan pandangan kelompok terhadap prinsip keagamaan berbeda-beda,
kadang Kala kepentingannyadapat tercermin atau tidak sama sekali. Karena itu
kebhinekaan kelompok dalam masyarakat akan mencerminkan perbedaan jenis
kebutuhan keagamaan.
Dalam proses sosial, hubungan nilaidan tujuan masyarakat
relatif harus stabil dalam setiap momen. Bila terjadi perubahan dan
pergantingan bentuk sosial serta kultural, hancurnya bentuk sosial dan kultural
lama, masyarakat dipengaruhi oleh berbagai perubahan sosial. Setiap kelompok
berbeda dalam kepekaan agama dan Cara merasakan titik kritisnya.
Salah satu kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah
" anomi" , yaitu keadaan disorganisasi sosial di mana bentuk sosial
dan kultur yang telah mapan menjadi ambruk. Hal ini, pertama,disebabkan oleh
hilangnya solidaritas apabila kelompok lama di mana indivi merasa amandan
responsif dengan kelompok tersebut cenderung ambruk. Kedua, hilangnya konsensus
atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai-nilaidan norma (bersumberdari agama)
yang memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.
1. FUNGSI AGAMA
Untuk mendiskusikan fungsi agama dalam masyarakat ada tiga
aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.
Sebagai kerangka acuan penelitian empiris, teori fungsional memandang
masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang seimbang. Manusia mementaskan dan
menolakan kegiatannya menurut norma yang berlaku umum, peranan serta statusnya.
Lembaga yang demikian kompleks ini secara keseluruhan merupakan sistem sosial,
di mana setiap unsur dari kelembagaan itu saling tergantung dan menentukan
semua unsur lainnya. Perubahan salah satu unsur akan mempengaruhi unsur
lainnya, dan akhirnya mempengaruhi kondisi sistem keseluruhan. Dalam pengertian
lembaga sosial yang demikian, maka agama merupakan salah satu bentuk perilaku
manusia yang telah terlembaga.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya
adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dart ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan, dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain,
setiap saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan,
bersifat kongkret terjadi di sekeliling Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial
yang dominan dalam terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, dan termasuk
konflik sosial.
Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan
mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan nilai-nilai duniawi. Tetapi tidak
menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transendental (istilah
Talcott parsons).
Aksioma teori fungsional agama adalah, segala sesuatu yang
tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya, Karena agama sejak dulu sampai
saat ini masih ada, mempunyai fungsi, dan bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Teori fungsionalis agama juga memandang kebutuhan " sesuatu yang
mentransendensikan pengalaman" (referensi transendental) sebagai dasar
dari karakteristik dasar eksistensi manusia.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk
bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan
kelangkaan dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar
terhadap unsur-unsur tersebut.
Sumbangan agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah
memenuhi sebagian di antara kebutuhan masyarakat. Sebagai contoh ialah dalam
sistem kredit (masalah ekonomi), di mana sirkulasi sumber kebudayaan dari suatu
sistem ekonomi bergantung kepada, apakah manusia satu sama lain dapat saling
menaruh kepercayaan, bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama di bidang
keuangan (janji sosial mereka untuk membayar). Dalam hal ini agama membantu
mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial,dan memberikan kekuatan
memaksa memperkuat atau mempengaruhi adat-istiadat.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada
kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan
sanksi" sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai
kekuatan memaksa istimewa, Karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan
supramanusiawi dan ukhrowi.
Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana
agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu,
pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai
semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan
berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Maka perkembangan
sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah
pada komitmen agama. dimensi komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek,
pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
a. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa
orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan
mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
b. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan
berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini
menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara
keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti
tidak bersifat formaldan tidak bersifat publik serta relatif spontan.
c. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua
agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada
suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang
realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara
yang supernatural.
d. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa
orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang
ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi
keagamaan mereka.
e. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan
tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
c.
Masyarakat-masyarakat Industri Sekular
Masyarakat industri bercirikan dinamika dan semakin
berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar
penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah
penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah
penyesuaian-penyesuaian dalam hubungan-hubungan kemanusiaan sendiri.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tek nologi mempun yai
konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat
semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi
dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular
semakin meluas, sering Kali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Watak
masyarakat sekular, menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan
tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan
kebiasaan-kebiasaan agama peranannya sedikit.
Pada umumnya kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang
gerak kepercayaan-kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas
pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan
anggota-anggotanya.
2. PELEMBAGAAN AGAMA
Agama begitu universal, permanen (langgeng), dan mengatur
dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami
masyarakat. Hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama adalah, apa dan
mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama.
Dimensi ini mengindentifikasi pengaruh-pengaruh kepercayaan,
praktek, pengalaman, dan pengeta huan keagamaan di dalam kehidupan sehari-hari.
Terkandung makna ajaran "‘kerja" dalam pengertian teologis.
Dimensi keyakinan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan
dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, namun hubungan-hubungan
antara keempatnya tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe,
meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham,
1954).
a. Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang.
Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka
dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke
dalam kelompok aktivitas yang lain.
Sifat-sifatnya :
I ) Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem
nilai masyarakat secara mutlak.
2) Dalam keadaan lembaga lain selain keluarga relatif belum
berkembang, agama jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan
dari masyarakat secara keseluruhan.
b. Masyarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang.
Keadaanmasyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan
teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan
kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat ini, tetapi pada saat yang sama
lingkungan yang sakral dan yang sekular itu sedikit¬banyaknya masih dapat
dibedakan.
Pengamat biasanya sampai pada kesimpulan, bahwa agama
bersifat mengelabui pikiran dan terbelakang, atau menyimpulkan agama bagi
penganutnya terbaikdan tertinggi. Bila pengamat tadi menguraikannya secara
ilmiah, maka ia akan memperlihatkan pandangan yang sifatnya menyalahkan atau
membenarkan.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah
biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis
dan teknologis,dan tentu kurang baik.
Agama melalui wahyunya atau kitab sucinya memberikan
petunjuk kepada manusia guna memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di Dunia
dan selamat di akhirat. di dalam perjuangannya tentu tidak boleh lalai. Untuk
kepentingan tersebut perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya.
Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin.
Lembaga-lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan,
pola ide-ide Jan keyakinan-keyakinan. dan tampil pula sebagai asosiasi atau
organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi
keagamaan.
Lembaga ibadah hajj dimulaidari terlibatnya berbagai
peritiwa. Ada nama-nama penting seperti Adam, Ibrahim, Hajar, dan juga syetaan;
tempatnya adalah Masjidil-Haram, Mas`a, Arafah, Masy`ar. Mina, dan Ka`bah yang
merupakan simbol penting ; ada peristiwa kurban, pakaian ihram. dan sebagainya.
Adam dan Hawa dalam keadaan terpisah, kemudian keduanya berdoa: " Ya,
Tuhan kami, kami telah menganiaya diri sendiri,dan jika engkau tidak mengampuni
kamidan memberi rahmat kepada kami, niscayalah kami termasuk orang-orang yang
merugi." (al¬Araf: 23) Setelah itu allah memerintahkan Adam untuk ibadah
haji (pergi ke sesuatu untuk mengunjunginya).
Tatkala sampai di
suatu tempat (Arafah = tahu, kenal), maka bertemulah ia dengan Hawa setelah
diusir dari surga. Sebab itu dalam haji ada ketentuan wukuf (singgah). Nama
Ibrahim selalu dikaitkan dengan Ka'bah sebagai pusat rohani agama Islam
(kiblatnya agama Islam). Pada suatu peristiwa Allah memerintahkan Jibril
membawa Ibrahim, Siti Hajar (istrinya), dan Ismail (putranya) yang masih kecil
ke Makkah dart Palestina. Di suatu tempat, Ibrahim alas perintah Allah supaya
meninggalkan istrinya. Hajar, dan anaknya, Ismail. Sepeninggalnya, Ismail
menangis minta air. Tentu saja Hajar menjadi gelisah, maka ia lari mencari air
ke bukit Shafa dan Marwa tujuh Kali.
Setelah itu. dengan kuasa tuhan,
memancarlah air dari dekat kaki Ismail. Sebab itu dalam rukun haji ada sa'yi (berlari
kecil). Hajar merupakan lambang itu yang bertanggung jawab, tidak pasrah,
perjuangan fisik, dan meniadakan diri tenggelam ke dalam samudera cinta. Kurban
dikaitkan resmi dengan ibadah haji. Lembaga ini berhubungan dengan sejarah
rohani Ibrahim setelah ada perintah allah untuk menyembelih anaknya, Ismail,
untuk menguji kesempurnaan tauhidnya (monoteisme). Sewaktu akan penyembelihan
akan dilaksanakan. syetan sempat mengoda Ibrahim, agar hajar dan Ismail tidak
melaksanakan perintah penyembelihannya.
Untuk mengenang peristiwa tersebut sewaktu ibadah haji diwajibkan melempar dengan batu (jumrah). Sewaktu Ismail
akan disembelih oleh Ibrahim, ternyata oleh allah ia diganti dengan seekor
gibas (domba) jantan. firman Allah: .‘Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap allah yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan pergi ke
Sana. Barang siapa yang kafir (terhadap kewajiban haji), maka bahwasanya Allah
Mahakuasa (tidak memerlukan sesuatu dari alam semesta)," (Al-quran 3:97).
Jadi, kewajiban tersebut esensinya adalah evolusi manusia menuju allah dengan
pengalaman agama yang penting. Mengandung simbolis dari filsafat "
penciptaan Adam" , " sejarah" , .‘keesaan" , "
ideologi Islam" , dan " ummah".
Organisasii keagamaan yang tumbuh secara khusus semula dari
pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi, kemudian menjadi
organisasi keagamaan yang terlembaga. Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial
Islam yang penting, dipelopori oleh pribadi Kiai Haji ahmad Dahlan yang
menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al.'Manar. ayat suci al-quran
telah memberi inspirasi kepada Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah.
Salah satu
motto-nya ialah, bahwa Muhammadiyah dipandang sebagai "'segolongan dari
kaum" mengajak kepada kebaikan, mencegah perbuatan jahat (amar ma'ruf
nahi'anil munkar). Organisasi agama ini tidak lepas dari tokoh kharismatik
Dahlan (di Indonesia) dan Abduh yang memikat Dahlan, terutama dalam praktek
lahiriah dan pembaharuan pemikiran (ijtihad) menyangkut masalah fun¬damental
masyarakat dan umat Islam. Demikian pula nadlatul Ulama (NU), yang artinya
" kebangkitan ulama" ,menekankan keterikatan padamazhab Sjafii,dan mengimbangi golongan pembaharu.
Semula
organisasi ini tidak mempunyai anggaran dasar (tahun 1926), barn setelah tahun 1927
organisasi ini dirumuskan. Kegiatannya, selain tertib beragama, juga
memperbaiki kehidupan sosial masyarakat.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya "
perubahan batin" atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan
masyarakatdalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan,dan
sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut
mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.
0 komentar:
Posting Komentar